
Setiap perusahaan tidak hanya perlu memastikan karyawannya
mahir dalam penyusunan laporan keuangan, tetapi juga harus memahami aspek
perpajakan dengan baik. Hal ini penting karena terdapat perbedaan perlakuan
antara pencatatan akuntansi komersial dan ketentuan perpajakan, terutama dalam
hal pengakuan beban atau biaya perusahaan. Akibatnya, beberapa pos biaya yang
telah diakui dalam laporan keuangan komersial mungkin perlu dikoreksi saat
menyusun SPT Tahunan.
Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36
Tahun 2008, berikut adalah biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto:
- pembagian
laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
- biaya
yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota;
- pembentukan
atau pemupukan dana cadangan, dengan syarat tertentu;
- premi
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan
premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan;
- penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk** natura dan kenikmatan** (mulai tahun pajak 2022 DIHAPUS), kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan
dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
- jumlah
yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
- harta
yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan;
- Pajak
Penghasilan;
- biaya
yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya;
- gaji
yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
- sanksi
administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
Konsep Dasar Biaya yang Dapat Dikurangkan
Dalam perpajakan, biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto harus memenuhi prinsip "3M" yaitu biaya yang
berkaitan dengan usaha untuk Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara penghasilan.
Biaya tersebut dapat dibebankan pada tahun pengeluaran atau selama masa manfaat
dari pengeluaran tersebut.
Implikasi Koreksi Fiskal
Ketika dilakukan koreksi fiskal positif terhadap suatu
biaya, hal ini berarti biaya tersebut tidak dapat dijadikan pengurang
penghasilan dalam perhitungan pajak. Akibatnya, laba fiskal akan lebih besar
dibandingkan laba komersial, yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah pajak
terutang.
Rasionalisasi Pembatasan Biaya
Meskipun suatu pengeluaran didukung dengan bukti transaksi
yang valid, tidak semua biaya dapat diakui dalam perhitungan pajak. Pembatasan
ini bertujuan untuk mencegah praktik penghindaran pajak melalui pembebanan
biaya yang tidak relevan dengan kegiatan usaha. Dengan membatasi biaya yang
dapat dikurangkan hanya pada biaya yang terkait dengan prinsip 3M, pemerintah
berupaya memastikan kepatuhan pajak yang lebih baik.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang
No. 36 Tahun 2008

Dalam era persaingan global, peningkatan kompetensi karyawan
melalui pelatihan menjadi kunci sukses bagi perusahaan. Namun, tahukah Anda
bahwa tidak semua jasa pendidikan dan pelatihan bebas dari Pajak Pertambahan
Nilai (PPN)? Mari kita telusuri bersama.
Dasar Hukum PPN atas Jasa Pendidikan/Pelatihan
Pemerintah Indonesia telah menetapkan aturan terkait PPN
untuk jasa pendidikan melalui dua regulasi utama:
1. Undang-Undang PPN stdd No. 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Pasal 16B Ayat 1A huruf j UU PPN stdd UU
HPP menyebutkan "jasa pendidikan" sebagai salah satu Jasa Kena
Pajak yang dibebaskan dari PPN. Namun, pembebasan ini tidak berlaku universal.
2. Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2022
PP ini memberikan detail lebih lanjut tentang kriteria jasa
pendidikan yang berhak atas pembebasan PPN.
Siapa yang Berhak atas Pembebasan PPN?
Tidak semua penyelenggara pendidikan atau pelatihan otomatis
mendapat fasilitas pembebasan PPN.
Berdasarkan PP No. 49 Tahun 2022 Pasal 16, kriterianya
adalah:
1. Penyelenggara pendidikan sekolah (formal)
2. Penyelenggara pendidikan luar sekolah (jalur nonformal)
Yang crucial, penyelenggara harus merupakan "satuan
pendidikan yang memiliki izin pendidikan formal atau non-formal dari pemerintah
daerah".
Konsekuensinya, perusahaan yang bukan lembaga pendidikan
resmi tetap dikenakan PPN 11% atas jasa pelatihan yang mereka berikan atau
jual. Ini berlaku baik untuk pelatihan internal maupun jasa pelatihan yang
ditawarkan ke pihak eksternal.
Studi Kasus
Kasus 1: PT Maju Konsultan
PT Maju Konsultan adalah perusahaan konsultan
keuangan & perpajakan, mereka rutin mengadakan pelatihan keterampilan
akuntansi pajak kepada banyak wajib pajak. karena PT Maju Konsultan tidak
memiliki izin khusus sebagai lembaga pendidikan formal maupun non-formal, jasa
pelatihannya tersebut dikenakan PPN 11%.
Kasus 2: Yayasan Cerdas Bersama
Sebaliknya, Yayasan Cerdas Bersama dengan izin resmi sebagai
lembaga pendidikan non-formal, dapat memberikan jasa pelatihan tanpa mengenakan
PPN.
Kesimpulan
Meskipun ada potensi tambahan biaya PPN, investasi dalam
pendidikan dan pelatihan tetap merupakan langkah strategis. Pemahaman yang
tepat tentang aturan PPN ini akan membantu perusahaan dalam perencanaan
keuangan dan strategi pengembangan SDM yang lebih efektif. Pada akhirnya,
kualitas SDM yang unggul tetap menjadi aset terpenting dalam menghadapi
persaingan bisnis yang semakin ketat di era global ini.

Perpajakan merupakan bagian terpenting bagi para wajib pajak (WP), karena harus memenuhi kewajiban perpajakannya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, berdasarkan asas self assesment system. Dalam asas ini, WP diwajibkan untuk menghitung, membayar/menyetor, melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak terutang menurut WP sesuai dengan peraturan perpajakan yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Pelatihan Brevet A dan B Terpadu didesain untuk bisa memberikan pengetahuan dan kemampuan yang komprehensif dalam bidang perpajakan sehingga dapat memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar.
Pelatihan Pajak Terapan Brevet A&B Terpadu merupakan kursus KelasBrevet yang memberikan pemahaman regulasi dan praktik perpajakan orang pribadi dan badan/perusahaan.
Materi pelatihan terdiri dari, antara lain Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) A dan B, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Bea Meterai, dan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi, Pemotongan dan Pemungutan PPh, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan Badan, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Akuntansi Pajak, Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, dan Pengisian SPT PPN dan PPh elektronik.
Pelatihan Brevet A&B KelasBrevet disusun secara profesional dan kompeten. Melalui modul yang selalu diperbaharui secara periodik ditambah dukungan dari para akuntan profesional dan para pakar serta praktisi perpajakan yang dilibatkan dalam prosesnya, menjadikan kualitas pelatiihan pajak terapan KelasBrevet sangat bisa diandalkan.

Berikut ini adalah kriteria subjek pajak dalam negeri untuk orang pribadi:
1. Warga negara Indonesia (WNI) atau warga negara asing (WNA); dan
2. bertempat tinggal di Indonesia; atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia merupakan orang pribadi yang:
1. bermukim di suatu tempat di Indonesia yang:
a. dikuasai atau dapat digunakan setiap saat;
b. dimiliki, disewa, atau tersedia untuk digunakan; dan
c. bukan sebagai tempat persinggahan oleh orang pribadi tersebut;
2. memiliki pusat kegiatan utama di Indonesia yang digunakan oleh orang pribadi sebagai pusat kegiatan atau urusan pribadi, sosial, ekonomi, dan/atau keuangan di Indonesia; atau
3. menjalankan kebiasaan atau kegiatan sehari-hari di Indonesia, antara lain aktivitas yang menjadi kegemaran atau hobi.
Jangka waktu 183 (seratus delapan puluh tiga) hari ditentukan dengan menghitung lamanya subjek pajak orang pribadi berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, baik secara terus menerus atau terputus-putus dengan bagian dari hari dihitung penuh sebagai 1 (satu) hari.
Subjek pajak orang pribadi dianggap mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dapat dibuktikan dengan dokumen berupa:
1. Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP);
2. Visa Tinggal Terbatas (VITAS) dengan masa berlaku lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari;
3. Izin Tinggal Terbatas (ITAS) dengan masa berlaku lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari;
4. kontrak atau perjanjian untuk melakukan pekerjaan, usaha, atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia selama lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari;
5. dokumen lain yang dapat menunjukkan niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, seperti kontrak sewa tempat tinggal lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari atau dokumen yang menunjukkan pemindahan anggota keluarga.
Contoh Kasus:
Mr. Jhon bekerja di Indonesia sebagai seorang Konsultan Arsitek. Istri dan 2 anak Mr.Jhon tinggal di Amerika Serikat. Mr. Jhon sudah bekerja di Indonesia selama 1 tahun (bekerja sejak tahun 2023). Selain itu pada tahun 2024 Mr. Jhon membuat usaha toko kue di Amerika Serikat. Seluruh perizinan atas nama Mr.Jhon dan bentuk usahanya juga termasuk dalam kategori usaha pribadi. Usaha tersebut dijalankan oleh karyawannya. Aktivitas sehari-hari Mr.Jhon ada di Indonesia. Mr.Jhon melakukan pengelolaan usaha dari Indonesia dan meminta istrinya yang ada di Amerika Serikat untuk mengawasi secara langsung. Status Mr. Jhon adalah WNA Amerika Serikat dan telah memiliki Izin Tinggal Terbatas (ITAS) di Indonesia, Mr. Jhon tidak memiliki NPWP. Apa status subjek pajak Mr.Jhon dalam kasus diatas?
Status subjek pajak Mr.Jhon adalah subjek pajak dalam negeri. Atas penghasilan Mr.Jhon dari Indonesia akan dikenai pajak penghasilan berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku di indonesia.
Referensi:
- Undang-Undang Pajak Penghasilan
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021

KETENTUAN
UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
ü Pre-test
ü Mendaftar
untuk diberikan npwp
ü Pengukuhan
pengusaha kena pajak
ü Pembukuan
dan pencatatan
ü Pembayaran
pajak
ü Pelaporan
pajak
ü Wakil
dan kuasa wajib pajak
ü Pengembalian/restitusi
pajak
ü Pemeriksaan
ü Pembetulan/pengurangan/penghapusan/pembatalan
ü Keberatan
ü Banding
ü Gugatan
ü Peninjauan
kembali
ü Penetapan
dan penagihan pajak
ü Sanksi
administrasi
ü Pidana
perpajakan
ü Post-tes

Setiap perusahaan tidak hanya perlu memastikan karyawannya
mahir dalam penyusunan laporan keuangan, tetapi juga harus memahami aspek
perpajakan dengan baik. Hal ini penting karena terdapat perbedaan perlakuan
antara pencatatan akuntansi komersial dan ketentuan perpajakan, terutama dalam
hal pengakuan beban atau biaya perusahaan. Akibatnya, beberapa pos biaya yang
telah diakui dalam laporan keuangan komersial mungkin perlu dikoreksi saat
menyusun SPT Tahunan.
Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36
Tahun 2008, berikut adalah biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto:
- pembagian
laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang
polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
- biaya
yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota;
- pembentukan
atau pemupukan dana cadangan, dengan syarat tertentu;
- premi
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan
premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan;
- penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk** natura dan kenikmatan** (mulai tahun pajak 2022 DIHAPUS), kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan
dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
- jumlah
yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
- harta
yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan;
- Pajak
Penghasilan;
- biaya
yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya;
- gaji
yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
- sanksi
administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
Konsep Dasar Biaya yang Dapat Dikurangkan
Dalam perpajakan, biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto harus memenuhi prinsip "3M" yaitu biaya yang
berkaitan dengan usaha untuk Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara penghasilan.
Biaya tersebut dapat dibebankan pada tahun pengeluaran atau selama masa manfaat
dari pengeluaran tersebut.
Implikasi Koreksi Fiskal
Ketika dilakukan koreksi fiskal positif terhadap suatu
biaya, hal ini berarti biaya tersebut tidak dapat dijadikan pengurang
penghasilan dalam perhitungan pajak. Akibatnya, laba fiskal akan lebih besar
dibandingkan laba komersial, yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah pajak
terutang.
Rasionalisasi Pembatasan Biaya
Meskipun suatu pengeluaran didukung dengan bukti transaksi
yang valid, tidak semua biaya dapat diakui dalam perhitungan pajak. Pembatasan
ini bertujuan untuk mencegah praktik penghindaran pajak melalui pembebanan
biaya yang tidak relevan dengan kegiatan usaha. Dengan membatasi biaya yang
dapat dikurangkan hanya pada biaya yang terkait dengan prinsip 3M, pemerintah
berupaya memastikan kepatuhan pajak yang lebih baik.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang
No. 36 Tahun 2008

Dalam era persaingan global, peningkatan kompetensi karyawan
melalui pelatihan menjadi kunci sukses bagi perusahaan. Namun, tahukah Anda
bahwa tidak semua jasa pendidikan dan pelatihan bebas dari Pajak Pertambahan
Nilai (PPN)? Mari kita telusuri bersama.
Dasar Hukum PPN atas Jasa Pendidikan/Pelatihan
Pemerintah Indonesia telah menetapkan aturan terkait PPN
untuk jasa pendidikan melalui dua regulasi utama:
1. Undang-Undang PPN stdd No. 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Pasal 16B Ayat 1A huruf j UU PPN stdd UU
HPP menyebutkan "jasa pendidikan" sebagai salah satu Jasa Kena
Pajak yang dibebaskan dari PPN. Namun, pembebasan ini tidak berlaku universal.
2. Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2022
PP ini memberikan detail lebih lanjut tentang kriteria jasa
pendidikan yang berhak atas pembebasan PPN.
Siapa yang Berhak atas Pembebasan PPN?
Tidak semua penyelenggara pendidikan atau pelatihan otomatis
mendapat fasilitas pembebasan PPN.
Berdasarkan PP No. 49 Tahun 2022 Pasal 16, kriterianya
adalah:
1. Penyelenggara pendidikan sekolah (formal)
2. Penyelenggara pendidikan luar sekolah (jalur nonformal)
Yang crucial, penyelenggara harus merupakan "satuan
pendidikan yang memiliki izin pendidikan formal atau non-formal dari pemerintah
daerah".
Konsekuensinya, perusahaan yang bukan lembaga pendidikan
resmi tetap dikenakan PPN 11% atas jasa pelatihan yang mereka berikan atau
jual. Ini berlaku baik untuk pelatihan internal maupun jasa pelatihan yang
ditawarkan ke pihak eksternal.
Studi Kasus
Kasus 1: PT Maju Konsultan
PT Maju Konsultan adalah perusahaan konsultan
keuangan & perpajakan, mereka rutin mengadakan pelatihan keterampilan
akuntansi pajak kepada banyak wajib pajak. karena PT Maju Konsultan tidak
memiliki izin khusus sebagai lembaga pendidikan formal maupun non-formal, jasa
pelatihannya tersebut dikenakan PPN 11%.
Kasus 2: Yayasan Cerdas Bersama
Sebaliknya, Yayasan Cerdas Bersama dengan izin resmi sebagai
lembaga pendidikan non-formal, dapat memberikan jasa pelatihan tanpa mengenakan
PPN.
Kesimpulan
Meskipun ada potensi tambahan biaya PPN, investasi dalam
pendidikan dan pelatihan tetap merupakan langkah strategis. Pemahaman yang
tepat tentang aturan PPN ini akan membantu perusahaan dalam perencanaan
keuangan dan strategi pengembangan SDM yang lebih efektif. Pada akhirnya,
kualitas SDM yang unggul tetap menjadi aset terpenting dalam menghadapi
persaingan bisnis yang semakin ketat di era global ini.

KETENTUAN
UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
ü Pre-test
ü Mendaftar
untuk diberikan npwp
ü Pengukuhan
pengusaha kena pajak
ü Pembukuan
dan pencatatan
ü Pembayaran
pajak
ü Pelaporan
pajak
ü Wakil
dan kuasa wajib pajak
ü Pengembalian/restitusi
pajak
ü Pemeriksaan
ü Pembetulan/pengurangan/penghapusan/pembatalan
ü Keberatan
ü Banding
ü Gugatan
ü Peninjauan
kembali
ü Penetapan
dan penagihan pajak
ü Sanksi
administrasi
ü Pidana
perpajakan
ü Post-tes